BKSDA SumSel - Tarsius Bangka (Mentilin)
Tarsius bancanus bancanus
Sumber : foto google
|
Pulau Bangka
Belitung memiliki keindahan alam berupa pantai-pantainya yang memanjakan mata. Keindahan
tersebut telah menjadi buah bibir ke seantero penjuru negeri. Anugerah Tuhan
yang diberikan pada Pulau Bangka Belitung disebut tidak cukup pada keindahan
pantainya saja, namun juga kekayaan keanekaragaman hayati-nya. Mentilin adalah
kekayaan berikutnya yang berada di pulau Bangka. Mentilin merupakan bahasa
Bangka yang berarti primata bergenus Tarsius.
Membahas tentang Mentilin pulau Bangka dan pulau Belitung ternyata ditemukan bahwa di dua tempat tersebut berbeda, walaupun sama-sama memiliki keindahan alam yang ternama. Terdapat keunikan antara pulau Bangka dan Belitung yakni memiliki sub spesies Tarsius yang berbeda. Pulau Bangka memiliki Mentilin ber-subspesies Tarsius bancanus bancanus, sedangkan pulau Belitung memiliki Mentilin ber-subpesies Tarsius bancanus saltator.
Morfologi Mentilin dapat dikenali dengan tubuh yang mungil sekitar 12-15 cm serta memiliki berat tubuh untuk jantan 128 gram dan betina 117 gram. Mata Mentilin sangat besar, bahkan apabila melihatnya pada malam hari maka yang pertama terlihat adalah matanya yang mengkilap. Bulu pada Mentilin terlihat coklat dan sedikit terdapat unsur warna merahnya. Tangan dan kakinya memiliki kekuatan otot yang sama kuatnya. Oleh karenanya Mentilin dapat dengan mudah berpindah dari dahan/tangkai tumbuhan satu ke tangkai lain walau hanya mengandalkan tangan atau satu tangannya untuk bertumpu. Urusan makanan walaupun terlihat menggemaskan, namun Mentilin ini termasuk jenis satwa insektivora yang berarti juga termasuk kategori Karnivora. Umumnya Mentilin memakan serangga dimulai dengan menggigit leher belakang mangsa, kemudian memakannya perlahan dari mulai kepala hingga habis.
Penelitian tentang T.b.bancanus dan T.b.saltator masih sangat terbatas. Pola sebarannya, jumlah populasinya saat ini, tingkah perilakunya, dan lain-lain belum banyak digali. Penelitian masih cenderung mengamati Mentilin dari luar habitat alaminya (penangkaran). Peluang besar bagi para peniliti dan pecinta primata untuk mendalaminya secara ilmiah. Namun satu hal yang pasti bahwa habitat primata tersebut semakin hari semakin mengkhawatirkan. Banyaknya pembukaan kawasan hutan illegal di Pulau Bangka Belitung menjadi ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati khususnya Mentilin.
Upaya konservasi dilakukan di Tanjung Tinggi pulau Belitung dengan membangun penangkaran yang dirancang secara alami karena berada di dalam hutan. Penangkaran tersebut menjadi penyumbang sebagian besar informasi tentang Mentilin yang ada di Belitung, karena menemukan Mentilin di Habitat alaminya mulai sulit. Tentu upaya tersebut tidak cukup untuk dapat menjaga populasi Mentilin, perlu upaya dari seluruh pihak baik masyarakat secara individu atau kelompok maupun lintas instansi. Keterlibatan semua pihak secara bersama-sama tersebut sesuai dengan definisi ‘konservasi’ yang sesungguhnya yang dicetuskan oleh Theodore Roosevelt (1902) yaitu ‘con’ (together) dan servare (keep/save) memelihara secara bijak serta berkelanjutan.
Kerusakan alam adalah fakta. Alam tersedia sebagai anugerah Tuhan. Hingga pada akhirnya terjadi bencana, maka itu bukan balasan dari alam tapi bisa jadi itu adalah jawaban Tuhan karena tidak menjaga anugerah-Nya. Let’s conserve our future.
Membahas tentang Mentilin pulau Bangka dan pulau Belitung ternyata ditemukan bahwa di dua tempat tersebut berbeda, walaupun sama-sama memiliki keindahan alam yang ternama. Terdapat keunikan antara pulau Bangka dan Belitung yakni memiliki sub spesies Tarsius yang berbeda. Pulau Bangka memiliki Mentilin ber-subspesies Tarsius bancanus bancanus, sedangkan pulau Belitung memiliki Mentilin ber-subpesies Tarsius bancanus saltator.
Morfologi Mentilin dapat dikenali dengan tubuh yang mungil sekitar 12-15 cm serta memiliki berat tubuh untuk jantan 128 gram dan betina 117 gram. Mata Mentilin sangat besar, bahkan apabila melihatnya pada malam hari maka yang pertama terlihat adalah matanya yang mengkilap. Bulu pada Mentilin terlihat coklat dan sedikit terdapat unsur warna merahnya. Tangan dan kakinya memiliki kekuatan otot yang sama kuatnya. Oleh karenanya Mentilin dapat dengan mudah berpindah dari dahan/tangkai tumbuhan satu ke tangkai lain walau hanya mengandalkan tangan atau satu tangannya untuk bertumpu. Urusan makanan walaupun terlihat menggemaskan, namun Mentilin ini termasuk jenis satwa insektivora yang berarti juga termasuk kategori Karnivora. Umumnya Mentilin memakan serangga dimulai dengan menggigit leher belakang mangsa, kemudian memakannya perlahan dari mulai kepala hingga habis.
Penelitian tentang T.b.bancanus dan T.b.saltator masih sangat terbatas. Pola sebarannya, jumlah populasinya saat ini, tingkah perilakunya, dan lain-lain belum banyak digali. Penelitian masih cenderung mengamati Mentilin dari luar habitat alaminya (penangkaran). Peluang besar bagi para peniliti dan pecinta primata untuk mendalaminya secara ilmiah. Namun satu hal yang pasti bahwa habitat primata tersebut semakin hari semakin mengkhawatirkan. Banyaknya pembukaan kawasan hutan illegal di Pulau Bangka Belitung menjadi ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati khususnya Mentilin.
Upaya konservasi dilakukan di Tanjung Tinggi pulau Belitung dengan membangun penangkaran yang dirancang secara alami karena berada di dalam hutan. Penangkaran tersebut menjadi penyumbang sebagian besar informasi tentang Mentilin yang ada di Belitung, karena menemukan Mentilin di Habitat alaminya mulai sulit. Tentu upaya tersebut tidak cukup untuk dapat menjaga populasi Mentilin, perlu upaya dari seluruh pihak baik masyarakat secara individu atau kelompok maupun lintas instansi. Keterlibatan semua pihak secara bersama-sama tersebut sesuai dengan definisi ‘konservasi’ yang sesungguhnya yang dicetuskan oleh Theodore Roosevelt (1902) yaitu ‘con’ (together) dan servare (keep/save) memelihara secara bijak serta berkelanjutan.
Kerusakan alam adalah fakta. Alam tersedia sebagai anugerah Tuhan. Hingga pada akhirnya terjadi bencana, maka itu bukan balasan dari alam tapi bisa jadi itu adalah jawaban Tuhan karena tidak menjaga anugerah-Nya. Let’s conserve our future.
Komentar
Posting Komentar