KEHUTANAN - FENOMENA EL-NINO TAHUN 2015 DAN DAMPAKNYA TERHADAP AIR
Air merupakan sumber kehidupan bagi
seluruh makhluk hidup, termasuk didalamnya adalah manusia. Tanpa air maka
proses-proses kehidupan akan sangat terganggu, maka dari itu kebutuhan akan air
sangatlah tinggi. Namun demikian meski menyadari dan meyakini bahwa air begitu
penting bagi sendi-sendi kehidupan terutama manusia, tidak jarang bahkan
sebagian besar masyarakat cenderung enggan untuk menjaga tata air yang telah
ada, menjaga ketersediaan air, menghemat ketersediaan air yang ‘mungkin’ saat
ini masih berlimpah dan cukup mudah didapatkan.
Kesadaran tentang kelestarian
penggunaan air sangat rendah, pembuatan air bor dengan kedalaman puluhan meter
telah terjadi dimana-mana, hal ini kontras dengan fenomena yang terjadi pada
kisaran 1-2 dekade kebelakang. Air cukup mudah didapatkan hanya dengan membuat
sumur galian dengan kedalaman 6-8 meter. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari seperti mandi dan cuci cukup dengan pemanfaatan aliran sungai atau
aliran air yang berada di bukit-bukit berhutan.
Tahun 2014 dan tahun 2015 merupakan
tahun dimana musim kemarau cukup panjang terjadi. Terutama pada tahun 2015
terjadi suatu fenomena penyimpangan iklim akibat adanya penyimpangan suhu
permukaan laut sekitar garis khatulistiwa atau disebut “El Nino”. Fenomena El
Nino dapat dijabarkan secara singkat adalah adanya peningkatan atau penurunan
suhu permukaan laut di sekitar equator (khatulistiwa) antara bagian barat dan
bagian timur pasifik equator yang sifatnya paradoks (berlawanan). Apabila pasifik
equator bagian timur suhu permukaan lautnya meningkat (menjadi hangat) yang
mengakibatkan peningkatan curah hujan diatas normal karena proses penguapan
mudah terjadi, maka sebaliknya pasifik equator bagian barat (Indonesia) akan
terjadi penurunan suhu permukaan laut (menjadi dingin) yang mengakibatkan
penurunan curah hujan dibawah normal. Fenomena tersebut menjadi tidak terlalu
bermasalah apabila terjadi bertepatan dengan musim penghujan, namun tahun 2015
fenomena El Nino terjadi di Indonesia bertepatan dengan musim kemarau, akibatnya
kemarau panjang.
Musim kemarau telah terjadi pada
pertengahan tahun 2015 untuk beberapa wilayah, seperti NTB dan NTT sejak Maret
2015. Daerah Jawa, Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, NTB, dan NTT telah
mengalami hari tanpa hujan berturut-turut sangat panjang. Jika dipantau dari
Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan,
wilayah-wilayah tersebut sudah kering sejak Mei 2015 lalu (Press Release BMKG 2015).
Musim kemarau panjang saat ini masih pada level moderate (sedang) dan ada diprediksi terus menguat mulai Agustus
hingga Desember 2015.
Gambar 1. Grafik prediksi El Nino
pada Juli – Desember 2015 oleh BMKG
Provinsi Sumatera Selatan dan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah dua wilayah yang diprediksi
akan terjadi peningkatan El Nino, terhitung bulan Agustus 2015. Oleh sebab itu
waspada akan ancaman kekeringan akibat kemarau panjang harus diantisipasi oleh
masyarakat dengan menghemat penggunaan air agar cadangan air dalam tanah tidak
terkuras habis atau pun membuat sumur resapan air. Hal lain yang paling mudah
dilakukan adalah menjaga hutan dan/atau tumbuhan yang ada disekitar. Menjaga
kelangsungan hidup tumbuhan atau pohon yang ada disekitar terlebih Hutan, maka
akan memberikan manfaat langsung terhadap ketersediaan air dalam tanah.
Fungsi tumbuhan sendiri dalam
kaitannya dengan air berada pada akarnya. Akar mampu menyerap air hujan pada
permukaan tanah agar tidak mengalir begitu saja, akar juga yang mampu mengikat
butiran-butiran air pada pori tanah dan mengubahnya menjadi cadangan air dalam
tanah, terbukti apabila sempadan sungai ditumbuhi oleh pohon yang lebat lagi
rindang maka debit sungai tersebut sangatlah besar. Fungsi tumbuhan atau
khususnya pohon pun adalah membangun iklim mikro pada areal adanya pohon-pohon
tersebut melalui proses fotosintesis dalam konteks mengikat karbondioksida
menjadi oksigen dan kemampuan pohon untuk proses transpirasi yaitu pelepasan
air dalam tumbuhan melalui daun dengan cara diuapkan melewati stomata/mulut
daun.
Bumi tercipta atas keseimbangannya
sendiri, maka apabila terjadi bencana di bumi manusialah sebagai aktor utama
terjadinya bencana tersebut karena telah merusak keseimbangan alam. Hutan
adalah salah satu bagian dari alam, apabila kemudian hutan telah dihabiskan,
tinggal tunggulah balasan Tuhan karena bersahabat dengan alam pun enggan.
Barangkali
di sana ada jawabnya. Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai
bosan. Melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau
alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang
bergoyang... (Ebiet
G. Ade)
Komentar
Posting Komentar